Industri kesehatan sekali lagi menghadapi tantangan dengan melonjaknya permintaan akan obat penurun berat badan yang tidak disetujui, khususnya retatrutide, yang dalam bahasa sehari-hari dijuluki “GLP-3” atau “ratatouille” oleh influencer online. Tren ini menyoroti permasalahan yang lebih luas: meningkatnya aksesibilitas obat-obatan eksperimental melalui pasar abu-abu, yang dipicu oleh promosi media sosial dan kesenjangan peraturan.
Daya Tarik yang Tidak Disetujui:
Daya tarik retatrutide terletak pada potensinya sebagai “triple agonis” – meniru tiga hormon metabolisme utama (GLP-1, GIP, dan glukagon) untuk menekan nafsu makan dan mempercepat hilangnya lemak. Meskipun data uji klinis awal menunjukkan hasil yang menjanjikan, obat tersebut masih belum disetujui oleh FDA, sehingga menimbulkan kekhawatiran keamanan yang serius. Namun, para influencer secara terbuka mendiskusikan cara pemberian dosis, membagikan kode diskon untuk vendor, dan meremehkan risiko dengan imbalan komisi.
Rantai Pasokan Pasar Abu-abu:
Mendapatkan retatrutide di luar uji klinis melibatkan menavigasi apotek peracikan yang tidak diatur dan penjualan langsung ke konsumen melalui platform online yang rahasia. Sumber-sumber ini seringkali tidak memerlukan verifikasi medis, sehingga pembeli dapat memperoleh obat eksperimental dengan mudah. Salah satu contoh yang ditemukan selama penelitian melibatkan pembelian botol 10mg “peptida-R” (varian retatrutide) seharga $130, termasuk ongkos kirim, dengan pengawasan minimal dari vendor.
Celah Peraturan dan Pembatasan di Masa Depan:
FDA telah mengeluarkan peringatan terhadap praktik semacam itu, namun penegakan hukumnya masih tertinggal dari permintaan pasar. Apotek yang memproduksi obat-obatan pada awalnya mengeksploitasi celah selama kekurangan GLP-1 (Ozempic, Wegovy), namun undang-undang baru seperti Safeguarding American from Fraudulent and Experimental Drugs Act (SAFE) Drugs Act tahun 2025 bertujuan untuk memperketat pembatasan. Namun, para kritikus berpendapat bahwa RUU ini lebih mementingkan kepentingan farmasi daripada keselamatan pasien. Beberapa influencer mengklaim langkah-langkah ini akan menghambat akses terhadap alternatif yang terjangkau, sehingga menjadikan Big Pharma sebagai penjahat sebenarnya.
Risiko Produk yang Belum Diverifikasi:
Kurangnya pengawasan FDA berarti pembeli berisiko menerima obat yang diberi label yang salah, terkontaminasi, atau dosisnya salah. Efek buruk dari senyawa semaglutida dan tirzepatida telah menyebabkan ratusan insiden yang dilaporkan. Skala kerugian sebenarnya masih belum diketahui karena tidak adanya pelaporan dan sifat produk-produk ini yang tidak diatur.
Konteks Lebih Luas:
Tren ini bukanlah hal baru. Industri kesehatan sering kali mengeksploitasi kesenjangan peraturan untuk memasarkan solusi yang belum terbukti dengan klaim yang berlebihan. Influencer memainkan peran penting dalam mendorong permintaan, seringkali mengaburkan batas antara pendidikan dan promosi. Ketika sistem layanan kesehatan mengalami kesulitan dalam hal aksesibilitas, banyak konsumen beralih ke pasar abu-abu untuk mencari alternatif yang lebih murah, bahkan dengan mengorbankan keselamatan.
Pasar obat penurun berat badan eksperimental yang tidak diatur menjadi pengingat bahwa teknologi dan pemasaran dapat melampaui regulasi, sehingga menciptakan lanskap berbahaya di mana keuntungan sering kali melebihi kesejahteraan pasien.

































